Thursday, June 01, 2006

Mencintai dan Dicintai

Satu pesta pernikahan yang membosankan syaraf menyisakan pesan untuk saudara yang berkehendak memilih seseorang sebagai teman menghabiskan sisa hidup, menjadi pasangan yang terikat oleh hukum dan kewajiban.

Bahwa menikah adalah memasuki gerbang penjara raksasa yang berisi lahan garapan masa depan, yang dengan bergandengan tangan bersama pasangan masuk kedalam sebuah dunia eksklusif. Sekali melangkah melewati gerbang maka pintu raksasa itupun tertutup dengan otomatis. Keseluruhan dunia perkawinan berdinding kaca, berlangit kaca dan juga berlantai kaca, semua tembus pandangan. Itulah gelembung peradaban, yang dengan ekstrim memiliki tatanan kepantasa dan standar etika sebagai produk budaya.

Di dalamnya membaur dua individu yang sama sama berasal dari planet asing – seberapapun kita mengenal orang itu- yang kemudian atas komitmen hati menciptakan sebuah bangunan rumah tangga tempat berlindung dari terik dan kerasnya pergaulan. Tempat berlindung itu juga sekaligus basis untuk membangun mimpi mimpi dan harapan, menciptakan sesuatu dari ketiadaan dan merencanakan masa depan. Secara kodrati kehidupan baru dua individu ini juga melahirkan kewenangan kewenangan atas fungsi yang berbeda, menakhodai dan memelihara dengan tujuan sama; demi tetap berlangusngnya kehidupan penjara.

Ketika rumah penjara baru dimasuki, yang menjadi azas adalah cinta. Dan seperti saudara maklum, cinta membutakan mata logika, meremehkan ketidak mungkinan ketidak mungkinan yang biasanya melahirkan penindasan bathin (biasanya kemudian cinta dipersalahkan). Selama proses pembutaan logika berlangsung, maka dunia penjara dengan komunal baru itupun menjadi tempat memuja rasa yang membanggakan sekaligus menjanjikan, bahwa tidak akan ada hal buruk yang bakal terjadi selama cinta mengikat dua hati. Eh, jangan salah, hatipun labil adanya. Pandangan hati bisa setajam mata elang menembus dinding kaca, dan pada saat yang sama tak sanggup mengendus dunia mikro si individu pasangan terpilih.

Maka pada titik kelabilan tertentu dua mahluk masing masing dari planet asing itupun memperoleh panggilan alamnya masing masing. Kepintaran akal melahirkan skill untuk menelisik planet asal di langit langit penjara, sebagian bahkan menempel di tembok kaca penjara cinta; perkawinan. Sebuah hirarki baru terbentuk bersamaan dengan mengaburnya dinding kaca, seolah tidak ada wewaler yang menghalangi kebebasan tarian angan angan, yang berupa khayalan fantastis. Maka pada saat itulah, saudara, satu demi satu pilar penopang kokoh teduhan peradaban mulai melapuk, memungkinkan untuk runtuh. Hati hati, ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja meskipun jelas bukan kategori kecelakaan.

Maka saudara, memilih teman hidup adalah juga menentukan type ‘rasa’ yang mendasarinya. Memilih mencintai atau dicintai? Mencintai berarti bahwa mengikhlaskan hati, fikiran, dan perbuatan sebagai persembahan terhadap hidup orang lain. Memberikan cinta yang sebenar benarnya cinta tanpa pamrih imbalan balas jasa. Mencintai seseorang dengan cara seperti itu dalam perhitungan logis akan memperoleh imbalan yang sama dari si obyek dimana cinta itu dicurahkan. Hanya orang dengan mutu tinggi dan kebajikan sangat tinggi bisa menjalani ini, sebab mencintai bukan otomatis mendapat juga feedback cinta dengan kadar yang sama. Salah salah malah dimanfaatkan oleh si obyek karena dianggap cinta adalah senjata mematikan untuk melumpuhkan si pencinta.

Kemudian dicintai. Memilih orang sebagai teman hidup karena diri merasa dicintai oleh orang lain, berartii juga telah memvonis diri sendiri dengan keyakinan yang bisa saja apriori. Rasanya dicintai adalah diperhatikan, dimanja dan dibutuhkan. Bagi yang bijak hati, dicintai ibaratnya menerima pemberian hati, separuh jiwa dari orang lain yang memasrahkan pengabdian untuk memelihara dan membela kepentingan diri. Rasa dicintai bisa menimbulkan kesadaran dan tekad nurani untuk menerima si hati pemberian sebagai amanah, kepercayaan yang wajib dijaga dan dirawat; dengan cara mencintai si pemberi. Hati hati karena merasa dicintai bisa membuat orang lupa diri. Bagi mereka yang memiliki falsafah hidup adalah sebatas konsepsi ‘menang’ dan ‘kalah’ (aku ada kenal type orang seperti ini), maka dicintai bisa dianggap sebagai kemenangan atas orang yang mencintai kita. Sedangkan, hukum pemenang adalah bebas melakukan apa saja terhadap si kalah. Orang dengan perilaku seperti ini (menurut Qee) adalah golongan orang licik, dan untuk menjadi licik orang harus bejat dulu. Jadi, orang yang merasa dicintai kemudian memanfaatkan cinta itu untuk menindas si pencinta adalah bejat adanya.

Demikianlah saudara, selamanya cinta memang fleksibel dalam makna, labil dalam fondasinya karena cinta adalah cawan disetiap jiwa manusia. Selama kaki tegak lurus, maka air didalamnya akan tenang dan menghidupi, mendamaikan sekaligus membahagiakan dan melindungi si jiwa. Tetapi jika kaki hati pecicilan, tentu ia bisa tumpah kesana kemari, dan bisa menyebabkan sakit jiwa, luka psikis yang permanen. Dan karena aku mencintai saudara, maka pilihlah teman hidup saudara dari golongan orang yang saudara rasa saudara tidak bisa hidup sempurna tanpanya, bukan cinta dengan azas balas budi apalagi memuja. Selamat menjadi pengantin!


Gempol, 060601