Thursday, November 27, 2008

Ziarah

Pedang tajam anganku menebas angin, hampa membahana dikurung mendung yang menggantung mengelilingi langit Balikpapan.

Jejak sang waktu telah meninggalkan alam fikiran, menyisakan batu batu nisan pekuburan sejarah. Lengang semata sejauh hati mengembara. Mendudah kenangan yang terkubur, ternyata masalalu telah mati menjadi udara. Bahkan jejak kaki dalam hati kini terhapus oleh timbunan debu dan rimbun semak semak baru. Hari hari dulu telah tenggelam dalam keabadian yang bisu. Rumah rumah kayu diam menggigil dipermainkan usia, danau dan sungai dari anak anak rindu telah kering ditinggalkan musim. Anak anak ikan menjelempah jadi bangkai tak berguna.

Sebuah nama menggamang, tinggal menjadi kesia siaan angin, diterbangkan kian kemari oleh harapan jumpa setelah bertahun menabung tanya “kapan cinta yang tercerai akan dipertemukan?”. Kiranya hanya kabar kebohongan sebagai jawaban, tersembunyi dibalik keengganan untuk lebur dalam kesejatian. Mengundang masalalu kedalam detik pernafasan, terkadang seperti menjaring asap di angin yang lewat.

Gerutupun tak ada guna, hanya menggarami luka yang seolah olah ada. Terkadang membiarkan kenangan lewat seperti bongkah kayu yang hanyut terbawa arus Mahakam, mengayun dan diam dalam kematian, lalu menghilang entah ke dunia mana lagi mesti mengembara. Diri menjadi asing di tempat yang pernah jadi medan kekipu dengan harapan dan mimpi mimpi, dimana malam malam berisi jeritan dan nasehat penguat hati. Tempat tempat nan bersahaja kini memalingkan muka, menolak keberadaan badan semata wayang yeng memburu kenangan sampai ke ujungnya malam.

Usia oh usia, yang memenjara kisah dalam sekat sekat peristiwa, tak sanggup mengembalikan cerita karena zaman telah menelannya. Sungguh kita tak bisa mencipatkan masa depan dari bangkai masalalu yang berserakan. Memungutinya kembalipun tak akan memberikan ruh bagi catatan. Waktu telah menceraikan cerita, ujar renungan disepanjang jalan pulang, bersama gerimis yang menenggelamkan lamunan. Biar saja jejak kaki tertinggal dipermukaan lumpur dan pasir kwarsa, biar saja jejak cinta tertinggal dalam hati, nanti waktu juga yang akan menghapuskannya, menumpas semua kisah menjadi sekedar cerita yang terpapar di dinding ingatan, penghias masa muda yang telah pergi terbawa usia.

Dan, jika kelak akan terulang sejarah yang diimpikan, biarkan saja semua terjadi dalam mimpi kosong siang hari. Sementar biarkan sepi menjadi raja tanpa singgasana.

Samarinda – Balikpapan, 081127