Sunday, June 14, 2009

Mengenal Iblis (2)


(diceritakan pada Sabtu, 14 Juni 2009)

Hatinya iblis, matanya iblis, pikiranya iblis, sikapnyapun juga iblis. Seluruh jalinan ruhnya mewakili semua sifat iblis yang tidak mengenal rasa kasihan maupun tatakrama kesopanan. Ia tidak punya ambisi kekuasaan, hanya nafsu menghancurkan yang ia turutkan, menghancurkan kebahagiaan, menghancurkan semesta isi kehidupan. Sebuah kehancuran yang menguntungkan bagi reputasinya sebagai penghancur kebahagiaan. Semua jenis kelicikan dan kecurangan ia kuasai, segala tehnik provokasi dan penghasutan ia mainkan dengan mahir.


Katanya, satu satunya yang unggul disetiap pertempuran antar manusia adalah iblis. Iblispun berhak berbahagia, mungkin ia mendapatkan kebahagiaanya dari mengeroposnya nilai kebaikan di hati setiap manusia. Katanya iblis pula yang membisik bisiki orang supaya berlaku jahat, dan juga menjerumuskan orang untuk mengambil keputusan yang menyesatkan. Dan, setiap keputusan yang kita buat menentukan apa yang akan kita jalani dalam hidup yang indah ini. Kegemaran juga bagi sang iblis untuk merekayasa sebuah keputusan menjadi sebuah penyesalan panjang.


Lalu, siapakah sebenarnya iblis ini? Apakah dia berujud atau hanya mitos belaka? Iblis tidak menyeramkan karena ia adalah sumber godaan dengan keindahan segala bentuk nafsu. Ia yang selalu mematut matut dirinya seolah barang pajangan pada sebuah pameran. Ia memiliki eksotisme luar biasa kuat dan kadang sanggup mematikan akal sehat. Jika divisualisasikan dengan binatang, mungkin hayalan ini yang paling mendekati; Macanan! Spesies laba laba tanah berukuran sebangsa lalat yang mencari mangsa tidak dengan jerat seperti moyang2nya, tetapi dengan melakukan pengintaian, penyergapan, pemerkosaan, pembunuhan lalu memakan korbannya. Dan korban favoritnya tentu saja; lalat. Itu keji namanya, dan iblis bisa beratus kali lebih keji daripada laba laba macanan. Tapi iblis bukan pula binatang, karena ia bisa menyerupai apa saja dalam kehidupan. Iblis bermain di alam fikiran kita sendiri, bergerak mengikuti dinamika emosi, dan selalu mencari celah untuk dapat mendobrak kemapanan dan stabilitas mental setiap orang. Kita semua memiliki dan membawanya dalam pikiran, karena iblis adalah pikiran kita sendiri sebenarnya, diri kita sendiri yang terbentuk dari susunan hawa nafsu. Iblis tak bisa mati, ia beranak pinak dan bersekolah didalam alam fikiran kita; binatang berakal yang paling sempurna di dunia ini.


Keragu raguan sering disimpulkan sebagai efek guncang dari benturan kepentingan antara kesadaran nurani dan godaan iblis. Hanya nurani (empati) saja yang sanggup menjadi lawan yang seimbang bagi sang iblis. Mengembalikan hati nurani kita kepada kesederhanaan dasar2 kebaikan bisa menjadikanya sebagai benteng yang kokoh dari rongrongan sang iblis. Belajar membiasakan diri dengan ketulus ikhlasan menerima setiap kejadian dan menebar cinta kasih tanpa prasangka adalah mantra yang bisa menjelma menjdi jari jari terali yang memenjarakan sang iblis di pengasingan sepinya. Semakin kuat iblis berpengaruh dalam otak kita, semakin jauh pula jarak tujuan yang menjadi akhir pencarian kita semua: kebahagiaan. Mengatasi iblis tidak perlu dengan konfrontasi karena itu permainan yang ia ciptakan, tetapi cukup dengan kompromi. Kompromi antara hati (nurani) dengan logika (otak), membagi rata ransum kebahagiaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Kepada kita semua. Sebab, semua mahluk punya caranya sendiri sendiri dalam mengupayakan kebahagiaan dan semua mahluk berhak serta semestinya berbahagia.

Termasuk iblis juga berhak bahagia!



Bambua Apus 130609