Sunday, December 27, 2009

Cermin Benggala

Seminggu pasca benturan, ledakan dahsyat yang menggoncangkan ketenangan dan menggelapkan pandangan. Debu mulai mengendap, udara mulai jernih kembali, seperti tirai yang menyingkap gambaran kehancuran yang ditimbukan oleh dampak gempa jiwa. Korban mulai dihitung, penyebab dan musabab diselidiki untuk dijadikan catatan, sebagai tambahan pengetahuan atas alam kepribadian yang penuh rahasia dan selalu menampilkan sisinya yang berbeda dari waktu ke waktu. Analisa atas seluruh kejadian dijadikan patokan untuk merancang bangun kembali sebuah hubungan yang sempat goyah dan terdapat retak disana sini. Sebuah renovasi harus dilakukan dengan ekstrim jika kerusakan yang ditimbulkan oleh guncangan itupun menyebabkan sesuatu yang ekstrim. Demikianlah yang semestinya terjadi, jika sebuah hubungan terguncang oleh pikiran negatif pemercaya prasangka. Sebuah keputusan ekstrim tentu saja berharga sangat mahal. Bahkan nilai materi tidak bisa dipergunakan untuk mengukur nilai tukar dari kehilangkan seorang teman, sedangkan berteman adalah hak azasi manusia yang dilindungi oleh PBB. Memutuskan samasekali tali komunikasi dengan seorang teman dan bukan atas kehendak pikiran dan kemauan sendiri adalah harga yang tidak bisa ditukar dengan apapaun di duni ini.

Janji itu membuat bumi bergetar, bahwa untuk membangun sesuatu yang kuat dan kokoh memang ada harga yang harus dibayar, meskipun harga itu tidak terhingga nilainya; seorang teman. Bukankah seorang teman adalah malaikat yang tidak bersayap? Betapa rendah hinanya dia yang telah memerintahkan dengan cara otoriter untuk melarang kita berteman dengan orang lain? Jika pemberi perintah itu adalah laki laki, maka dia tidak lebih dari seorang banci. Sebab kekuatan seorang laki laki diukur dari kesanggupannya memikul tanggung jawab; bahwa dibalik kekuatan yang besar mengandung tanggung jawab yang besar pula. Sifat utama seorang ksatria adalah menggunakan kekuatan dan keperkasaannya dengan arif untuk melindungi isi dunia dari segala bentuk kerusakan yang mungkin terjadi. Tugas seorang ksatria adalah untuk menciptakan suasana aman, terang, teratur dan tenang di muka bumi. Seorang ksatria sejati adalah juru selamat bagi semua mahluk seisi bumi. Jadi, sungguh bukanlah sikap ksatria bagi seseorang untuk meminta seseorang lainnya untuk memutuskan tali pertemanan secara permanen dengan seseorang temanya. Perbuatan itu melebihi reputasi buruk Hitler terhadap kejahatan kemanusiaan.

Badai seminggu lalu seperti halnya kilatan cahaya yang menampilkan gambaran kondisi kita dari sudut pandang orang didepan kita. Setiap badai yang terjadi adalah pertanda bahwa sudah saatnya bagi kita untuk bercermin, merasakan sekejab berada di pisisi sebagai orang ketiga, atau orang kedua, orang keempat dan seterusnya. Hentakannya menimbulkan halusinasi atas penderitaan orang orang yang disebabkan oleh karena sikap atau perbuatan negatif kita terhadapnya di masa yang sudah lalu. Kitapun bisa menjadi korban seperti pernah menjadikan mereka sebagai korban kita dahulu. Orang yang baik akan tidak membiarkan dirinya menjadi penyebab terputusnya tali silaturahim seseorang dengan orang lain yang tidak ada hubungan apa apa denganya si orang baik. Dan, menjadi orang baik adalah mempergunakan daya kekuatannya untuk menerima dengan ikhlas sebuah pukulan yang mengenai egonya dan membuat emosinya limbung, apalagi jika itu adalah pukulan yang tidak disengaja. Temperamental adalah bukan sifat bijaksana, sifat dan syarat utama dan pertama yang harus dimiliki oleh orang baik. Tinggi hati hanya akan menimbulkan kerusakan dan ketidak damaian, dan prasangka hanya akan menghasilkan bencana bagi orang lain dan diri sendiri. Orang yang baik hati adalah mereka yang menempatkan kepentingan orang lain satu diatas kepentingan diri sendiri; selalu mengutamakan orang lain ketimbang diri sendiri. Dan, untuk memiliki sifat bijaksana, syarat mutlaknya adalah ia harus orang yang cerdas, sebab sifat bijaksana lahir dari kemampuan logika untuk menginterpretasikan maknanya bertenggang rasa, maknanya kata saling hormat menghormati sesama mahluk bumi. Maka mereka yang memiliki sifat bijaksana adalah mereka orang orang yang cerdas pemikirannya.

Seminggu setelah badai berlalu, ketika langit kembali terang, ternyata efek kerusakan yang ditimbulkan tidak seperti yang dikhawatirkan secara berlebihan. Sikap waspada yang berlebihan telah menimbulkan kepanikan justru pada saat ketika kita harus lebih tenang untuk merumuskan tindakan penyelamatan. Dan segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik akibatnya. Sedangkan hanya kebaikanlah satu satunya hal di muka bumi yang tidak pernah bisa dianggap berlebihan yang bisa dilakukan oleh manusia. Kita seharusnya selalu merasa belum cukup berbuat baik, dan terus berupaya untuk berbuat baik supaya menjadi orang yang baik bagi penilaian sendiri yang paling hakiki. Memperlakukan orang lain seperti halnya kita berharap orang lain akan memperlakukan kita seperti kita memperlakukan mereka. Itulah cermin benggala refleksi kematangan sebuah pribadi yang lahir dari badai seminggu yang lalu. Bahwa sikap bermusuhan sesungguhnya adalah degradasi dari kehormatan diri, sebuah sikap yang bertetangan dengan prinsip kebaikan.



(... seorang pangeran adalah orang baik hati yang memiliki kewajiban moral untuk menebarkan kebahagiaan kepada sesiapapun mahluk hidup di muka bumi. Sama halnya dengan seorang princess...)

Bambuapus 091226