Thursday, February 16, 2006

Penghayatan Hidup

Menghayati hidup barangkali sama dengan mengikuti arus gelombang, naik turun tanpa melawan. Merasakan dramatisasi setiap gerakanya, terkadang tenang menenteramkan, terkadang kacau membingungkan, mematikan akal sehat dan kemauan.

Penghayatan terhadap dramatisasi emosi adalah menyerahkan rasa kepada hidup yang memperlakukan sementara nurani tetap menggenggam rambu rambu tetap dijalur yang menjadi keseharusan. Jalur yang akan membawa sipengikut rasa menjadi aman dalam perjalananya.

Perjalanan kemana? Dari keseluruhan romantika rasa kehidupan, semua akan di shut down olehNya ketika kematian dihadiahkan sebagai sampul terakhir dari buku catatan perjalanan sejarah sebuah individu. Kematian menjadi muara dari segala cerita tentang kehidupan, dan terkadang dia datang tanpa meninggalkan catatan bahkan resensipun tidak, dilupakan orang karena memang tak berharga, tak punya cerita yang pantas untuk dijadikan sekedar perenungan bahkan untuk suri tauladan.

Ada kalanya kehidupan memperlakukan diri seperti raja bagi keadaan, dimana semua keinginan datang dengan satu jentikan jari bahkan menemukan kenyataan yang jauh lebih baik dari harapan yang sempat dibayangkan. Bagi yang patuh pada nurani, keadaan seperti ini membuat orang menjadi bijaksana, tetap menempatkan kesombongan ditangga terbawah dalam semua sikap dan teguh berupaya membagi ‘keberuntungan’ itu dengan orang lain.

Pada hitungan detik, keadaan bisa berbalik semena mena. Diri terasa meluncur dari puncak gunung kehidupan terbentur dan terantuk sepanjang peluncuran kedasar jurang yang belum ketahuan, seperti apa bentuk permukaanya, bahkan terkadang merasa tersangkut diketinggian lereng jurang dengan luka diseluruh persendian dan badan matirasa, hanya kesadaran bahwa hidup masih bertahta sebagai penguasa saja yang tersisa, sambil menunggu hukum gravitasi bekerja sempurna menghempaskan diri kekaki lembah.

Sikap menghayati seperti itu memerlukan konskwensi kekuatan yang sesungguhnya, tertunduk syukur ketika bahagia dan mengerang memelas ketika terasa lara, tertawa lepas ketika gembira atau menangis memilukan ketika berduka. Tak apa, hidup memang ada untuk dihayati dan dirasakan romansanya, sebagai karunia terbesar dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Mengikut arus gelombang kehidupan dengan perasaan penuh, adalah menyerahkan kesadaran diri sepenuhnya bahwa Dialah yang maha menentukan, dan kita hanya bertingkah entah menerima atau sekuat kuatnya melawan kehendakNya.

Gempol, 060216

No comments: