Thursday, February 16, 2006

Mimpi

Pucuk pucuk rerumputan pagi hari, menyisakan embun menyapa ditelapak kaki yang telanjang, hati ringan membawa badan berjalan menyusuri tepi hutan, lengang tanpa kehidupan. Sisa kabut menyingkir dihadapan hanya kicau burung menemani sepanjang jalanan. Pagi ini bumi begitu senyap, rembulan pulang meninggalkan bekas pesta semalaman berserakan sisa keteduhan romantisme kehidupan. Matahari masih malas melanglang menghitung jejak malam yang tertinggal direrumputan.

Jalan setapak ini kukenali, yang bertanah kering merah berdebu sisa lumpur musim lalu, sejuknya mengundang masa kanak kanak untuk menghambur dan rebah, dibawah rimbun rumpun bambu, pagi hari yang penuh cita cita. Alam memeluk kalbuku, damai menyelimuti bathin sendirian. Angin membawa kabar tentang negeri negeri yang jauh dibalik awan, menantikan catatanku untuk dibacakan, tentang peperangan yang aku pulang membawa bunga sebagai symbol perdamaian.

Persimpangan ini kukenali, dimana telah kutanam satu biji pohon kehidupan dan lalu tumbuh rimbun menjadi semboyan. Seratus langkah lagi aku tiba dihalaman, rumah tua tanpa penghuni, tanpa pagar maupun isi. Berdinding kayu berlantai batu, sepasang kursi tua setia menunggui tungku perapian yang membeku. Akupun mengenal rumah tua ini, dimana anak anak rohani lahir dari kehangatan cinta penghuninya dulu. Diberanda belakang, seikat bunga lili tergeletak merana, tampaknya baru saja datang sebagai persembahan. Seseorang setia menjaga rumah ini, merawat dan menyambanginya, barangkali berharap penghuninya pulang dari pengembaraan mengikuti langkah sang angin yang menerbangkanya, terpontang panting diantara rawa rawa.

Teduh rumah ini begitu mendamaikan, seikat lili dalam pelukan bersama sejuta kerinduan yang malu malu untuk dipertontonkan. Mengumpulkan lagi kenangan, diri tersesat pada labirin yang membingungkan, hilang ingatan. Catatan telah tercecer hancur bersama badai yang kuhadang ketika suara merdu memanggil pulang. Tapi aku kelelahan, mencari tempat dimana kaki dipijakkan sebab rumah inipun jadi hampa, tinggal aku yang duduk terpekur diberanda, menunggu matahari lewat dan malam datang bawa rembulan, dimana akan datang bidadari kayangan, mengajariku cara menjalani kehidupan. Dengan senyum yang tak dipaksakan…

Mimpiku, menafsir rindu akan diri yang lama hilang…


Gempol 060215