:mpbpj
Konon perasaan manusia ibarat
hutan belantara. Oleh faktor alami, ia ditumbuhi jutaan jenis vegetasi dengan
manfaat berbeda bagi kehidupan. Segala yang tumbuh disana diperuntukkan bagi
kebaikan isi dunia. Jika perasaan adalah belantara, maka ia ditumbuhi dengan
berjuta vegetasi empiris hasil dari pengalaman menjalani kehidupan selama
bertahun tahun. Berisi banyak sekali nilai nilai dan pemahaman pemahaman
tentang etika, tenggang rasa dan didominasi oleh tetumbuhan yang lahir dari interaksi
antar sesama manusia.
Syahdan belantara mengalami
kebakaran hebat. Kebakaran dapat terjadi oleh berbagai sebab. Hutan belantara
yang pernah terbakar di masa sebelumnya akan lebih rentan terhadap kebakaran,
oleh sebab masih tersimpan sisa sisa trauma dan zat asam yang merubah susunan kehidupan
belantara selamanya. Hanya orang orang yang betul betul paham tentang seluk
beluk belantara perasaan yang akan sanggup menyulutkan api yang sama di titik
yang sama sehingga mampu menciptakan kebakaran maha dahsyat. Musim dipilih
dengan teliti supaya api mudah menjalar dan tanpa bersusah payah menciptakan
pasal.
Ketika belantara perasaan
terbakar atau sengaja dibakar, maka api akan berkobar dalam waktu yang tak bisa
diramal. Banyak faktor yang mempengaruhi durasinya. Yang paling dominan adalah
adanya sisa sisa kebakaran dari waktu yang sebelumnya yang tidak akan pernah
benar benar hilang sirna sampai akhir masa. Sewaktu badai api menjilat,
membakar dan menghanguskan seluruh isi belantara, maka upaya untuk meredam dan
memadamkannya akan sia sia. Siang dan malam akan berisi perang dengan lawan
yang tak kasat mata dengan kekuatan yang luar biasa. Cara paling bijak adalah
menyingkir dan menunggu saatnya kebakaran berakhir. Biarkan saja semua hangus,
luluh lantak jadi arang dan abu. Biarkan saja badan pemilik perasaan turut
remuk redam dalam siksaan. Bahkan ribuan umpatan dan jutaan sumpah serapah
tidak akan mampu sedikitpun meredam api yang sedang marah.
Menunggu api amarah reda adalah
penyiksaan lain lagi yang tak terjabarkan dengan kata kata. Sebagai manusia
tentu pikiran akan mencari pihak yang bertanggung jawab atas terbakarnya
belantara yang berisi hasil dari perjuangan akan prinsip prinsip kebaikan. Pada
akhirnya hanya sakit dan keletihan luar biasa yang tersisa sesudah malam malam
tanpa jeda berisi denting pedang dari perang yang tak kunjung usai. Yang tersisa
ketika fajar menyingising adalah ribuan luka gores dan kulit yang melepuh oleh
dahsyatnya api. Perih tak terkatakan dan tak perlu dipertontonkan. Menerima kekalahan
akan mengembalikan semuanya kepada keyakinan bahwa semua terjadi atas kehendak
Tuhan. Maka oleh sebab pemikiran itulah semua dikembalikan kepada pemilik
kehidupan. Segala tetumbuhan kebaikan di belantara perasaan telah hangus
terberangus oleh api yang durjana. Maka tidak salahlah jika kemudian mengadu
kepada Tuhan untuk melaknat sesiapapun yang berlaku sedemikian keji terhadap sesama
ciptaanNya.
Meskipun para pengecut sudah lari
dan bersembunyi dibalik kemegahan dunia modern dan hanya meninggalkan bencana,
kita harus yakin bahwa Tuhan melihat dan menyaksikan semuanya. Doa dan harapan
terpanjatkan lewat setiap hembusan nafas agar para durjana dilaknat oleh
pemilik kehidupan. Dan doa harapan yang terpanjatkan tiap detik akan
didengarkan juga oleh malaikat, mahluk gaib, setan, iblis dan seluruh semesta
turut mengamininya. Itulah doa dari orang yang merasa teraniaya dan tak mampu
lagi melawan dengan perbuatan.
Membayangkan belantara perasaan
pasca kebakaran hebat yang sudah berjalan sehari semalam, tidak berbeda jauh
dengan menghidupkan kembali mummi mummi iblis yang salama puluhan tahun sudah
berhasil dijinakkan dalam ruang gelap kenangan. Kedatangan iblis iblis baru
yang dibawa oleh orang yang mengaku sebagai istimewa telah membangkitkan lagi
keganasannya. Kali ini berlipat ganda oleh sebab sekutu baru yang lebih
beringas dan keji itu. Perang bisu yang panjang akan berlangsung sembari
belantara perasaan berkobar oleh api liar. Setiap hari akan ditemui benci dan siksa diri.
Malam malam akan kehilangan nuansanya dan berganti dengan monolog penuh amarah
tanpa seorangpun yang dapat mendegar apalagi memahami maknanya. Semuanya hanyalah
pengulangan dari badai api hitam di masa lalu yang dengan susah payah diterima
sebagai catatan nasib. Memang biadab orang yang tega menyakiti orang yang telah
dan selalu berusaha berbuat baik, berusaha memegang prinsip prinsip kebaikan
dalam menjalani kehidupan. Memang biadab orang yang menghianati kepercayaan
orang lain yang menitipkan hati dan perasaanya kepadanya untuk dijaga. Orang seperti
itu hanya pantas untuk doakan agar Tuhan melaknatnya, memberikan bencana dan
celaka atau hilang dari muka bumi.
Mengharapkan orang akan menjaga
perasaan kita terkadang berbuah sia sia. Terlalu menyerahkan rapuhnya hati
tanpa cangkang kepada orang yang dianggap bisa dipercaya sekalipun bisa berubah
menjadi bencana paling dahsyat yang tak terduga. Penghianatan akan kepercayaan
akan melahirkan dendam yang jika diikuti akan menyebabkan kerusakan parah. Ketika
perasaan kalah sudah sampai di dasar bawah, melawan dengan cara menghancurkan
adalah pilihan paling tepat.
Maka tidak ada lagi sisa kebaikan
dari sekian tahun belantara perasaan itu terbangun dan terpelihara dengan
tujuan kemaslahatan. Menangisi dan meratapi luluh lantaknya belantara pun tak bisa
membantu merubah keadaan. Semua musnah tanpa bisa diselamatkan lagi. Segala yang
pernah tumbuh, hidup dan memberi makna kehidupan didalamnya tinggal menjadi
onggok onggok debu dan arang belaka. Tidak ada lagi yang layak dijadikan
kenangan bahwa kebaikan pernah ada di hamparan sisa kebakaran belantara
perasaan. Asam yang tertinggal akan menjadi racun yang menghambat tumbuhnya
tunas tunas dari akar yang selamat dari amukan khianat. Maka semua akan
berjalan sesuai kehendak alam. Yang hangus terbakar tinggal tersisa dalam
ingatan samar samar, tetapi yang membakarnya akan menajadi setan, iblis yang
menyebabkan gemeratak gigi geraham setiap kali bayangannya melintas dalam
ingatan. Memperpanjang perang hanya akan menambah jumlah korban, sebab perang
hanya merubah orang menjadi buruk dan jauh dari sisi kemanusiaan.
Panasnya api yang membakar kulit
kaki tak seberapa dibanding ganasnya api yang membakar perasaan. Menerima kalah
adalah menelan konskwensi itu sendiri. Permintaan maaf dan pengakuan bersalah
sejatinya hanya kepalsuan, ditulis dan diucapkan tanpa perasaan. Sakit hati
kerena tertipu harta akan luntur oleh waktu sedangkan sakitnya perasaan akan
terbawa sampai ke liang kubur. Semua menjadi tidak bermakna lagi. Memang demikianlah
adat dunia, bahwa sehebat apapun sesuatu maka pada saatnya akan menjadi tidak
bermakna lagi.
Meskipun waktu menelikung usia,
badai api di perasaan dan pikiran tak akan kunjung reda. Gelombang demi
gelombang amarah akan membuncah memporak porandakan kebaikan yang tersusun
susah payah. Biarkan setan sampai bosan menikam, biarkan iblis sampai habis
mengiris. Terimalah siksa itu sebagai hadiah perpisahan dari orang istimewa,
yang menjelma menjadi penghinat penuh nista; mahluk lebih rendah daripada
satwa.
Rewwin - 170409
No comments:
Post a Comment