Tanpa dibuat
buat, pikiran beranak pinak dalam benak dan mempermainkan badan serta batin.
Mereka semena mena. Akhirnya teramuk oleh segala macam pikiran tidak nyaman
yang menyerang sejak kemarin badai diciptakan. Entah dari mana semua berawal,
dan entah sampai kapan akan berakhir. Meskipun
akan sulit memahami apa yang terasa, tetapi tidak akan ada ruginya
mencatat apa yang terasa. Selebihnya, tidak perlu berharap reaksi yang
berlebihan.
Iblis muncul dari langit, ketika tirai tirai rahasia terkuak sehelai demi sehelai dan semua berisi catatan masa lalu. Catatan masa lalu yang terangkai menjadi keadaan kahar, berubahnya kepribadian menjadi pragmatis, prakits dan terkotak kotak dalam labirin rahasia. Labirin yang menyebabkan ketersesatan paham, ketersesatan pemikiran oleh sebab terlalu banyak menyimpulkan prasangka. Kejadiannya jadi melantur tidak karuan, menuruti segala rasa kepenasaran tentang kebenarn yang hakiki. Semuanya menjadi jelas benderang ketika satu demi satu mozaik masa silam terbentuk menjadi sebuah alasan kenapa badai harus diciptakan, dua bulan ke belakang.
Butiran lembut
yang tersaring dari semua kejadian masasilam yang disimpulkan dalam sebuah
teori konspirasi mengarah kepada pembenaran akan alasan amputasi hati. Yaitu bahwa
selama kurun waktu dua bulan itu telah mampu merubah persepsi sedemikian besar.
Perubahan persepsi memberi dampak juga kepada perubahan perilaku dan segala
tetek bengek lainya.. Jika ditelaah kembali, dasar dasar permintaan amputasi
itu dapat dibaca jelas di dunia maya, dunia yang bisa dianggap persembunyian
seenaknya dan sekaligus menyimpan jawaban sebanyak banyaknya. Segala indikasi
membuat akal sehat begitu mudah menyimpulkan, bahwa dunia baru telah
menjanjikan banyak keceriaan dan semangat baru. Orang lama menjadi tidak ada
apa apanya dan untuk ditinggalkan, diabaikan. Lalu lahirlah pribadi baru,
pribadi 2016 namanya, yang sebenarnya tidak samasekali baru karena hanya
kembali ke pribadi lama; bintang dunia maya. Selebriti media sosial. Hal hal
lebih personal dan langsung mengena ke individu menjadi ternomorduakan. Pribadi
lama dalam bentuk baru yang pragmatis. Itulah keajaiban barang baru.
Segala yang baru
memang selalu menarik perhatian dan mengandung banyak hal menjanjikan, terutama
untuk mereka yang suka akan pameran keberadaan. Pengabaian bisa menjadi budaya
baru karena pecahnya konsentrasi dan prioritas dalam memberikan perhatian.
Barang baru sungguh bisa merenggutkan seseoarng dari kita, terutama
perhatiannya. Itu harus kita sadari bersama. Barang baru adalah magnet baru yang menjauhkan seseorang
dari yang dekat. Hal ini patut diamine
terutama jika barang baru itu tidak berwujud benda padat, ataupun benda cair
melainkan sesuatu yang tak teraba tapi terasa. Barang baru yang dapat
menimbulkan suasana hati yang berbeda, serba
baru dan serba menarik. Petualangan batin yang tak tergantikan dengan
hal hal yang sudah ada sebelumnya. Hanya karena barang baru pulalah segala
sesuatu yang dulunya baru bisa menjadi ‘terasa’ usang tiba tiba. Usang
membosankan dan hanya layak jadi rombeng kenangan. Barang baru, dunia baru
dapat memberikan kepercayaan diri bagi seseorang untuk dengan ringan hati
melukai tanpa merasa melukai, atau setidaknya memiliki dalih bahwa maksudnya
tidak untuk melukai. Orang bisa menjadi egois ternyata.
Memang terkadang
semangat yang menyala nyala berlebihan, berkorbar kobar menyulut antusiasme
untuk selalu terlibat dan terikat kapanpun, dimanapun di seetiap kesempatan.
Itulah keajaiban barang baru, dunia baru, dunia yang memabukkan. Diam diam
semangat dan antusiasme itu mengabaikan nilai nilai lama, nilai nilai yang
tertanam sangat dalam di setiap inci batin orang yang konon dianggap istimewa.
Barang baru dapat merubah orang menjadi bukan lagi yang dulu selalu dapat
dipercaya dan dapat menjaga hati dengan baik. Kepercayaan kepadanya kemudian
diliputi oleh masygul, oleh kesangsian yang justru terjawab oleh sikap inkonsisten.
Perubahan
perilaku dan perhatian menimbulkan kesangsian yang terpelihara untuk jangka
waktu lama. Padahal jika saja suka, maka ribuan kata kata yang disusun berbeda
dengan esensi sama berulang ulang akan menujelaskan secara terperinci mengenai
hikayat kesangsian itu. Hal hal kecil yang biasanya tak perlu keraguan bisa
menjadi symbol dari pembuktian akan adanya sangsi yang timbul. Hal hal kecil
bagi kita sungguh bisa berarti sesuatu yang besar bagi orang lain, terutama
bagi mereka yang menghayati tentang makna dan bobotnya. Hal hal kecil dapat
menjadi sesuatu yang detail ketika kita melihat dengan persepsi makro.
Perhatian perhatian sederhana yang hilang dari keseharian dapat bermakna
pengabaian yang besar bagi mereka yang dapat menghayati hubungan dengan
kepercayaan sebagai platform. . Semua sikap abai dan datar akan teringat dan
menjadi pengikat atas kadar sangsi dalam hati.
Chatting di
gadget misalnya, telah terbukti membunuh banyak orang karena menyebabkan
kecelakaan ketika gadget tidak dipergunakan dengan bijaksana. Chatting di
gadget juga telah tebukti menjauhkan seseorang yang dekat dalam pelukan, dan
mendekatkan mereka yang jauh kedalam pelukan. Dunia semakin aneh, saudara. Maka
patut juga dipertanyakan dalam hati ketika kita bersama seseorang yang konon
dekat secara lahir batin tetapi justru sibuk dengan gadgetnya, sibuk melayani
fans di ujung sana. Atau bahkan tiba tiba si gadget disembunyikan sedemikian
rupa seolah mati kerena tidak ada baterai atau kehabisan pulsa, padahal puluhan
bahkan mungkin ratusan message muncul minta diperhatikan. Ketika hal itu
dikonfirmasikan, jawabanya sudah barang tentu ambigius, membingungkan karena
perkataan tidak sesuai dengan sikap perbuatan.
Pengalaman buruk
masalalu yang terekam di dunia maya juga dapat menyebabkan orang menjadi
setengah gila, terutama pada keadaan yang tidak stabil dan seimbang atau limbung
batin. Sesuatu yang terjadi bertahun silam dapat ditemukan dengan mudahnya dan
semena mena menjadi seperti bara yang tersiram premium di kepala, di dada juga.
Semuanya terjadi dalam diam diam, hanya si pemilik empiris sendiri yang bisa
merasakan. Maka dari itu terkadang hati menasehatkan untuk samasekali menutup
mata dari duni maya agar damai di bumi senantiasa. Media sosial bisa menjadi
bencana batin bagi mereka yang percaya hahwa hidup memerlukan penghayatan,
bukan hanya sekedar seremonial belaka.
Mimpi mimpi indah
yang terhambur dalam perkataan bisa jadi berbeda bobot dan komtemen pemenuhanya
bagi dua orang yang memang tidak seimbang kontribusi persasaan pada satu
hubungan. Perhatian, konsentrasi dan prioritas terhadap pasangan mudah untuk terbagi
dengan kehadiran barang baru entah apa namanya. Barang baru, dunia baru itu
telah menjadi lebih penting daripada hal hal lain dalam kehidupan. Dia punya
segalanya yang orang lain tidak punya untuk dapat tertawa lepas dan menjelajah
dunia dengan bebas. Memang sedemikian ajaib dan memabukkan!
Jika seseorang
memang sudah terubah oleh karena barang baru itu, maka sebetulnya dia tidak
perlu susah susah berusaha memaksakan empati. Karena cukup dengan membaca ulang
kalimat yang tersusun, dan
mengendapkannya dalam nurani sendiri maka kita akan tahu apa akibat yang
timbul dari sikap kita kepada orang lain. Kebenaran dan kesalahan kesimpulan
dan pendapat akan dapat ditemukan disana. Akan tetapi hal itu biasanya tidak
penting bagi mereka yang berubah menjadi pribadi pragmatis, mabuk oleh
keajaiban dunia baru, barang baru. Karena untuk dapat memahami keluh kesah seseorang
kita perlu mengembalikan kepada kesadaran nurani kita atas apa yang
disampaikan. Kalau hanya dibaca sekilas lalu dilupakan, itu tidak ubahnya
seperti membaca berita koran pagi yang kemudian berubah menjadi kertas pembungkus
benda di siang hari. Kehilangan makna dan fungsi esensial dari sebuah
komunikasi. Tetapi jika sebuah hubungan akhrnyapun berakhir seperti koran tadi,
maka memang harus seperti itu kisah hidup yang harus dijalani.
Kita tidak bisa
membentuk orang lain menjadi manusia ideal menurut persepsi kita. Empatilah
yang semestinya bisa membawa diri, hati dan sikap saling menjaga dan membahagiakan
pasangan. Dan adalah mutlak bagi kita untuk membiarkan orang lain menjadi
dirinya sendiri.
Sukorejo, 160316
No comments:
Post a Comment