Yang lahir dari pikiran subyektif
ketika kegusaran menguasai siang malam adalah pukulan demi tikaman yang
dialamatkan kepada diri sendiri. Pencarian yang melelahkan hanya memproduksi
musuh musuh tak kasat mata yang memperpanjang malam hingga subuh datang.
Pikiran disiksa oleh tebakan tebakan tak karuan yang didasari oleh perasaan
dikalahkan. Inilah pertempuran dahsyat yang terjadi dengan sangat diam.
Pertempuran yang memporak porandakan seluruh tatanan kepercayaan yang tertanam
sejak belia.
Dia yang datang dari ingar bingar
dunia muda, kesatria berbaju zirah dengan pelindung kepala hingga muka. Tangan
kirinya mengekang perisai, sedang di tangan kanannya pedang tajam seolah
menawarkan kematian. Dia yang
mengelilingi hati dengan setangkai bunga di tangan, menawarkan keindahan dan
mengaburkan pandangan pada kenyataan. Dia yang mengelilingi hati dan mencari
celah celah pintu yang tak terkunci, hanya untuk mencuri. Apa yang sudah ada
biarlah mati, sebab tunas tunas mudah jauh lebih menjanjikan. Seiringnya, tawa
dan cerita asamara membahana di langit maya, mengabarkan kepada dunia tentang
dua hati yang berbahagia. Tak peduli siapa yang akan membacanya!
Dia yang datang padamu dengan gemuruh
dan gempita, menawarkan tawa dan lautan bunga bunga, pun rapi tersembunyi demi
sakit hati. Hilang sudah ketulusan yang terbangun delapan tahun dengan
kesahajaaan, semuanya musnah begitu saja, berganti dengan sandirwara sikap;
menjadi basa basi belaka dalam setiap ucapan. Rengekan menghibakan berhari hari
seolah tidak ada arti, oleh sebab memang sudah tak ada arti. Tak perlu disesali
sebab semua rasa telah diungkapkan dengan semua bahasa dan semua cara.
Dia yang datang dengan pedang
ditangan, mengelilingi hati dan hari hari taburan api. Ke kepala, dada hingga
mematikan matahari. Ternyata luka yang terasa hanya menjadi milik pribadi, tak
dapat terbagi. Empati telah mati sejak datangnya pelangi dalam hari hari yang
tersembunyi. Ribuan kata yang tersusun sebagai visualisasi rasa tak memiliki
makna sedikitpun, semua bisu bak lembaran koran bekas pembersih kotoran ayam di
lantai. Kata kata yang terukir penuh perasaan telah terbaca tanpa perasaan,
bahkan persaaan sebagai manusia sekalipun. Etika hubungan manusia yang
terbangun sekian lama telah sia sia hanya oleh datangnya ksatria baru penyilau
pandang.
Dia yang datang dengan segudang
harapan bagimu, telah mengajarkan ilmu baru tentang bagaiaman kebal terhadap
rasa orang lain. Kepekaan hanya dimiliki oleh mereka yan memiliki hati, dan
ketika rintihan yang tak dapat dipahami sebagai sebuah siksa, maka sesungguhnya
semua hanya sia sia. Semua menjadi hambar dan basa basi belaka. Menyisakan
jutaan anak iblis yang menyerbu dari setiap sudut bumi, menusukkan jarum jarum beracun disekujur kepala. Kebinngungan
telah merajam keyakinan baru tentang azas kebaikan sebagai landasan semua
sikap. Pertanyaan yang terlalu besar dan terlalu banyak menjadi bukti bahwa
kita tak lagi berpijak di bumi yang sama.
Jika memang harus pergi dengan
ksatria pembawa bunga, berjalanlah dengan santun tanpa meninggalkan bibit bibit
dendam kepada orang yang tulus menyayangi. Kenangan masalalu bukan lagi menjadi
milikmu sebab bagimu masa depan melempang sepanjang jalan. Kenangan dan
masalalu biar menjadi racun mematikan bagi yang dia yang gemar mengasihani
diri. Tak perlu pula mencoba menterjemahkan isi tangis dan cerita duka lara
darinya, sebab percuma saja, tak akan dapat dimengerti.
Noname, ksatria tanpa nama,
tersembunyi rapi dirimbunya hati. Dia yang datang dengan pedang dan bunga telah
memenangkan hatimu untuk berlalu tanpa empati dari cerita yang terbangun
menjadi bukit kenangan, monumen abadi yang sebentar akan menjelma menjadi
gunung berapi. Gunung berapi yang siap menghanguskan segala yang didekatnya ketika erupsi terjadi. Dia yang
datang tanpa nama dan tanpa muka, telah menjadi hantu blau yang meluluh
lantakkan kebanggaan dan kepercayaan yang terbangun tanpa sengaja.
Berbahagialah menyambut datangnya
dunia baru dengan tunas tunas baru bertumbuhan yang akan merinmbunkan kehidupan.
Rungkut 160222
No comments:
Post a Comment