Sungguh ajaib karya Tuhan. Perasaan
manusia salah satunya, akal dan pikiran yang diberikan kepada manusia
menciptakan peradaban, lengkap dengan ukuran kepantasan dan etikanya masing
masing. Ketika sebuah sapaan dilakukan dengan sepenuh perhatian, sepenuh hati
sebenarnya merupakan kehendak paling murni dari satu orang ke orang lainnya
untuk berkomunikasi, menjalin silaturahmi dalam bentuk yang sangat pribadi. Pertanyaan
sesederhana “apa kabar?’, jika dilakukan sepenuh hati sebenarnya mengandung
keharuan luar biasa. Pertanyaan itu mendasari keinginan kita untuk mengetahui
kabar yang sebenar benarnya dari orang yang kita sapa, bukan sekedar basa basi
pemanis pergaulan. Dan sapaan sepenuh hati hanya bisa terjadi ketika kita
berempati sepenuh hati berkonsentrasi kepada orang yang kita sapa.
Ketika seseorang yang telah
menjadi bagian dari kehidupan kita selama bertahun tahun, telah menjadi bagian
dari kebiasaan yang tebangun tanpa sengaja untuk waktu yang lama memutuskan
untuk pergi menjauh dari bangunan hubungan yang begitu kukuh, maka pertanyaan
apa kabar tadi dapat diartikan sebagai sesuatu yang penuh kesedihan. Keinginan untuk
mengetahui kisah hidup yang dijalani setelah beberapa waktu saling menutup
pandang terterjemahkan semua dalam sapaan sederhana itu. Sama halnya
ketika seseorang dari masa lalu tiba tiba menyapa kita dengan kalimat yang sama,
mengartikan bahwa ada kerinduan yang menyeruak untuk menanyakan keadaan
sekarang sesudah sekian lama seolah saling mengabaikan.
Semuanya hal peradaban berangkat dari perasaan
dasar manusia; kasih sayang. Dalam makna yang lebih populer adalah cinta. Dan kehidupan
percintaan bisa selalu menciptakan sesuatu yang ganjil di dunia. Hubungan dua
orang yang diikat dalam perkawinan bisa menjadi seolah formalitas sosial,
sedangkan hubungan batin tanpa ikatan perkawinan dapat menciptakan ikatan yang
lebih kuat ketimbang status suami istri dalam perkawinan. Inilah keganjilan
yang terjadi disekitar kita tanpa kita sadari, dan keganjilan itu ada membentuk
kisah kisah kehidupan dunia dari masa ke masa. Semua bermula dari sapaan, dari
pecakapan biasa. Semula bermula dari keinginan untuk mengetahui kabar kehidupan
orang lain dan kemudian tanpa sadar terlibat secara dalam dan kental dalam
hubungan. Sungguh mujur bagi kebanyakan orang yang memulai sebuah hubungan
dengan komunikasi penuh kedewasaan dan lalu tercipta ikatan batin yang kemudian
berlanjut ke perkawinan. Orang orang seperti itu sangat beruntung. Meskipun sebenarnya kebanyakan perkawinan hambar juga berasal dari interaksi serupa.
Sapaan yang datang dari hati
tentu akan diterima oleh hati juga. Sedangkan
sapaan basa basi pemanis pergaulan hanya akan lewat begitu saja sebagai sesuatu
yang manis bagi interaksi manusia, sebagai lambang kesopanan belaka. Tragisnya, terkadang sapaan sopan itupun
berakhir tanpa response, tanpa tanggapan sepatah katapun. Ucapan “selamat pagi”
dan “ terimakasih” di gardu toll ketika kita melakukan pembayaran misalnya,
acap kali berakhir dengan tanpa jawaban. Tetapi jangan berkecil hati, karena
bukan sikap orang yang menentukan kualitas diri kita, tetapi bagaimana kita
bersikap kepada orang, itulah ukuran kualitas kedewasan etika kita. Kebaikan hati
tidak bisa dicerminkan dari sikap orang kepada kita karena terkadang kebaikan
kita dimanfaatkan oleh orang berhati jahat bahkan seringkali dicurigai sebagai
suatu sikap cabul bahkan kriminal. Bagi orang orang kota yang lebih tebal
tembok individualistiknya, sapaan bisa menjadi sesuatu yang ganjil dalam
pergaulan dengan orang asing. Padahal, jika kita kembali kepada pemahaman
sapaan dari hati yang merindu kepada orang yang kita rindui, maknanya lebih
besar dari sejuta percakapan di dunia.
Ketika dua hati dipisahkan oleh
jarak, oleh waktu dan oleh keadaan maka hal yang paling berarti adalah kabar. Menanyakan
kabar orang yang kita kasihi dapat mewakili seluruh perasaan kasih dan rindu
yang tersembunyi dibalik tembok jarak, waktu dan keadaan itu. Maka seyogyanya pertanyaan sederhana itu
dijawab pulalah dengan cerita kehidupan biasa yang dialami tanpa tendensi,
sekaligus menanyakan kembali kabar dari si penanya supaya terjadi keseimbangan
dalam berbagi cerita kehidupan. Perpisahan memang selalu tidak mengenakkan,
perpisahan adalah kematian kecil dalam kehidupan. Dan, menanyakan kabar dengan
penuh kesungguhan adalah bentuk dari itikad memelihara cinta yang ada dalam
batin dua manusia yang istimewa.
Apa kabarmu, matapedang?
Apa kabarmu, matapedang?
Rewwin, 160216
No comments:
Post a Comment