Dia adalah seorang asing yang kemudian oleh keajaiban takdir
dipertemukan dan kemudian mengenali hidup pribadinya, bahkan membelasak hingga jauh
kedalam hati dan pikiran. Kita begitu sendirian ketika berada di ketinggian,
merasa bahwa ketinggian menciptakan jarak persepsi . Kita tumbuh di rimba
peradaban dimana ketidak adilan terjadi dan terus menjadi jadi di negeri ini.
Ketidak adilan yang juga menerbitkan bibit bibit ketidak adilan lainnya,
beranak pinak dan berkembang biak dalam laju zaman yang tak mampu kita bendung.
Atau hanya karena kita tumbuh pada zaman yang salah. Barangkali.
Sekumpulan kisah perjalanan terkandut dalam umur yang menyusut. Lompatan
lompatan euphoria hidup maupun dada sesak oleh pikiran pekat terlalui seolah
olah hanya cerita milik orang lain. Menjadi gambar mati disepanjang dinding
lorong dimana kita terus melangkah menuju kuburan. Kita bertemu diantara lekuk
lekuk kisahnya, membagi lolongan tentang dasar jurang berisi lumpur yang pernah
membenamkan, atau membagi perih oleh sebab penghianatan orang kepercayaan. Dan kita tetap melaju dengan cara hidup
masing masing. Cinta begitu syahdu mengombang
ambingkan arah disepanjangnya. Membanting
dan menerbangkan angan angan hingga kita terdampar pada halaman yang tak
mungkin lagi akan terulangi.
Aturan kepantasan memang tidak peduli pada nasib dan
keinginan. Maka, dengan masih bisa saling menemukan di dunia langitpun cukup
sebagai ziarah kepada monument abadi yang penuh berisi prasasti tentang stanza
dunia kecil berpelangi. Sungguh nilai pertemuan hanya dapat terjadi hanya
dengan campur tangan keajaiban, oleh sebab daya rencana kita telah dimatikan
oleh begitu banyaknya kewajiban yang harus ditunaikan. Hak istimewa kita
sebagai manusia bebas telah gugur satu demi satu, jatuh mati ke tanah pada
setiap lembar kalendar yang tercabik dari dinding di dekat ruang tamu.
Ketika langkah kakipun perlahan melemah, maka teman di bawah
tetap setia menemani, memelihara keindahan masa muda. Kenangan atas teman dibawah menjadi mozaik
kerinduan yang berisi catatan kebaikan hidup dua manusia yang berbeda kepala,
berbeda dada. Teman dibawah menjadi
cinta platonic yang justru lebih abadi dari ingar binger petualangan asmara. Catatan
catatan pertemuan menjadi silabus pengalaman yang selalu bisa menguatkan oleh
sebab penghargaan yang tanpa motif duniawi.
Rasa rindu adalah kolaborasi dari sekumpulan tiga rantai
kehidupan sosial manusia; melakukan untuk orang lain, orang lain melakukan
untuk kita, atau kita sendiri melakukan untuk diri sendiri. Sebagian dikatakan dengan bahasa yang tidak
bisa cukup menjelaskan esensinya, sangking rahasianya. Toh selamanya teman di
bawah menjadi teman peneman angan, peneman hati yang selalu memiliki ruang untuk
kesendirian. Sebab teman di bawah sejatinya adalah mereka yang benar benar
memenuhi semua syarat untuk menjadi teman; menyediakan ruang lapang dalam hati
untuk sekedar berbagi warna hari hari.
Karawang 130211
No comments:
Post a Comment