Teknologi
melahirkan kemajuan zaman. Mendorong terjadinya perubahan sosial instan pada hampir segala aspek
hidup. Usia dilupakan, sejarah diabaikan lalu segala hal yang bersifat praktis
dan instan menjadi berhala baru untuk dipuja dan diperbanggakan. Padahal
kekunoan mengandung sejarah panjang hingga terjadinya revolusi diam bagi
kebudayaan umat manusia.
Makanan yang dibuat dengan cara instan oleh
kecanggihan alat modern akan menghasilkan rasa kenyang yang instan pula; cepat
melesat pergi dari lidah dan perut untuk kembali ke status lapar. Proses
instanisasi memerrlukan zat zat anorganik yang lambat laun akan menumpuk jadi
residu dalam darah, dalam syaraf bahkan sampai ke lapisan daging dan tulang
serta organ organ pencernaan.
Lalu hiburan instan, berupa kesenangan
kesenangan sesaat yang didapatkan dengan cara kilat, mudah dan berbiaya.
Kesenangan macam itupun pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan sesaat, untuk
kemudian menyeret penikmatnya kembali ke dunia hambar, dunia lapar akan
sensasi.
Lebih parah lagi kawan isntan. Berkawan tidak lagi
menggunakan metode metode konservatif yang bagi banyak kalangan dianggap tidak
efisien alias tidak praktis. Teman bisa didapatkan dengan instan, hanya dengan
menekan satu tombol permintaan melalui buku muka. Kehilangan atas teman instan
ternyata semudah mendapatkanya. Sebab sesuatu yang diperoleh dengan mudah sama
halnya mempermudah proses kehilangannya.
Tetapi sekali lagi, instanisasi berbagai segi ini
adalah budaya baru yang melahirkan sensasi kembang api di zaman canggih yang
semakin hambar citarasa. Teman yang dikenal bisa tiba tiba berubah menjadi
saudara angkat, saudara hati, atau entah apalagi sebutanya yang menunjukkan
sifat berlebihan tanpa melalui proses waktu yang semestinya. Tanpa disadari
maka akibatnyapun akan menghasilkan sebuah hubungan penih atificialistik. Teman
yang diperoleh dari menekan tombol akan cepat melesap lenyap hanya melalui
sekali pencet tombol pula. Akan berbeda jika hubungan antar dua manusia diawali
dari komunikasi sederhana, dijalani dengan pikiran sederhana untuk kemudian disimpulkan
sebagai sebuah hubungan yang memberikan nilai kedamaian karena kesederhanaan
itu. Jika pertemanan dibentuk secara instan apalagi dilingkungan dunai tempat
kehidupan palsu, maka resikonya adalah sebuah pertemanan yang mungkin juga palsu.
Budaya instan secara perlahan mengeser nilai nilai
mulia dari sejarah, dari tatanan sederhana yang mempersatukan umat manusia
secara lahiriah dan batiniah. Keajaiban budaya instan dianggap mirip seperti wujud
nyata dari khayalan khayalan yang dengan mudah berubah nyata. Hal itu sering
melupakan orang dari cara berkaca, cara bertanya, cara berkomunikasi dengan
nurani sendiri. Orang cenderung semakin jauh dari nuraninya sendiri,
mengedepankanpencitraan dan demi penilaian orang lain. Budaya instan mendangkalkan hati, dimana
banyak hal manusiawi yang tidak dapat lagi diselami karena dangkalnya palung
hati. Asumsi menjadi kebenaran umum yang disepakati diam diam, sementra obyektifitas
penilaian dipertaruhkan dalam tatanan tatanan baru yang dilatarbelakangi kepentingan dagang.
Tidak ada salahnya menari mengikuti gelombang
perubahan zaman. Tetapi menenggelamkan diri dalam khayalan yang seolah
kenyataan sesungguhnya adalah awal dari kebangkrutan identitas. Perwujudan
jejak masalalu barangkali hanya benda mati warisan masalalu, tetapi manusia sering
lupa bahwa di masalalu, interaksi antar manusia menggunakan konsep hati nurani,
jadi tidak mengherankan jika kemudian kisah sejarah menjadi lebih abadi. Sedangkan
sejarah yang tercatat dengan tinta instan, akan lekas terhapus oleh angin liar
yang melintasi labirin waktu.
Sepatutnya kita menaruh hormat atas apa yang telah
membentuk kita menjadi diri kita hari ini sebab dari sekian banyaknya rekayasa
peradaban, maka hukum alam akan tetap menyajikan keadilan yang hakiki.
Gempol 120521
2 comments:
Hhhmmmm...
Menyentuh banget!!
Memang instan itu cepat & praktis,
Yaahhh.. Mau tidak mau kita hidup di era sekarang sedikit tidaknya harus mengikuti juga walau,,,
Dari lubuk hati yang paling dalam saya pribadi lebih demen cara lama...
Peace
Par
Terimakasih Par...
saya hanya meyakini bahwa segala sesuatu yang instant bobotnya tidak sebaik yang melalui proses alami..
thank you again and peace for you...
Post a Comment