Friday, September 29, 2023

Kata Kata Diam



Diam. Ketika semua kata kata sudah habis untuk diucapkan dan semua isi hati dan pikiran sudah dituangkan pada kata kata. Di ujung hampa kebingungan menyapa. Serba kabur dan tak terlihat tanda gambaran kemungkinan terdekat untuk masa depan. Amarah menghilang cepat, kesedihan menjadi semacam pengulangan yang membosankan dan berujung pada menyalahkan diri sendiri atas kebodohan mempercayai konsep kebaikan hati, konsep kemanusiaan yang beradab.

Ternyata memang tidak semua hal yang rusak bisa diperbaiki. Sebagian yang rusak harus dibuang; lalu diganti atau tidak diganti samasekali. Proses transisi yang sebelum sebelumnya terbayang berat kemudian berjalan begitu saja tanpa protes maupun kesulitan yang mendrama. Toh pada akhirnya harus diakui bahwa memang Tuhan sudah memberikan jalan yang demikian, jalan yang terbaik yang memang sudah digariskan jauh sebelum kita dilahirkan. Mungkin inilah Hidayah yang sebenarnya.

Merunduk ketika badai menggulung dan berdiri menjulang ketika badai menyisakan segalanya yang porak poranda. Kaki perih tertancap di lumpur kenangan yang banyak penyesalan, gemetarnya tersembunyi hingga tak seorangpun bisa ber empati. Semangat yang tiba tiba patah menjadi kekuatan baru untuk memilih tetap hidup dengan citarasa baru; citarasa patah semangat. Lelah yang mendera tidak mengharuskan diri untuk menghamba pada nilai kebijaksanaan, karena ternyata kebaikan memerlukan kekuatan hati yang tidak setiap manusia sama ukuranya.

Tangis perlahan padam dan bara dendam terpelihara dalam diam. Tetapi bencana tidak lagi lahir dalam percakapan. Perihnya dikhianati berulang kali, sakitnya didustai berkali kali, dan ganasnya amarah oleh sebab dihina tidak lagi muncul dalam perbincangan. Semua topik topik itu sudah menjadi percuma untuk dilahirkan dalam diskusi konstruktif sekalipun. Barangkali akan lebih bijaksana jika semua kejadian dibingkai dalam persepsi masalalu. Bukankah tidak ada gunanya juga memelihara masalalu, karena akan bisa mengaburkan focus paandangan ke masa depan?! Cukup dibuat sebagai pelajaran saja, mengambil hikmah bahwa sekian puluh tahun pengabdian adalah taburan ibadah di ladang pahala. Tidak bijak juga menyesali semua niat baik yang terkhianati, sebab niat baik tetaplah kebaikan jika disertai Ikhlas.

Menjadi Ikhlas adalah derajat tertinggi dari semua jenis kebaikan di dunia. Mengikhlaskan semua hal tidak menyenangkan bahkan menyakitkan terjadi pada kita atas berbuatan orang lain juga mengikhlaskan hal hal yang selama ini kita anggap baik untuk hilang dari kehidupan; adalah dua konsep Ikhlas yang memerlukan kekuatan super sebagai manusia biasa. Keikhlasan semacam itu bisa hadir dalam hati sanubari manusia, sebagian dengan melewati begitu banyak kesabaran yang jumlahnya melebihi kapasitas yang bisa ditanggungkan oleh manusia biasa. Keikhlasan seperti itu adalah bentuk kemenyerahan kepada takdir dan bangkitnya semangat pada si terzolimi untuk membela harga dirinya sendiri; menghargai dirinya sendiri. Pelecehan dan penghianatan yang melebihi kapasitas yang bisa diterima seseorang akan mendorong  si korban untuk berdiri tegak dengan prinsip baru dan tekad bulat untuk memperjuangkan prinsipnya; sama halnya ketika awal awal tekad perjuangan yang di akhir cerita menjadi ajang penghianatan.

Masa depan terbaik adalah mengikut pada rencana Tuhan. Hal hal terbaiklah yang harus diperjuangkan secara konsisten. Mimpi tentang masatua yang damai dengan sedikit konflik yang bisa ditolerir tetap terpegang sebagai panduan. Semua yang terjadi sudah terjadi dan tidak perlu dihidup hidupkan lagi bahwa dianggap masih berpengaruh pada pikiran dan sikap kita hari ini. Semua kejadian sudah digariskan demikian dan setiap mahluk harus Ikhlas menerimanya sebagai suratan takdir. Penyesalan akan merintangi Langkah kedepan. Anggap bahwa semua hal baik sudah diperjuangkan dan hasilnya memang tidak sesuai harapan. Tidak baik juga menyalahkan orang lain, dan atau menyalahkan diri sendiri untuk semua yang sudah terjadi. Tidak ada gunanya juga menyalahkan; hanya menciptakan kambing hitam si satu satunya yang mengerti makna kebenaran.

Empati dan iba yang berpuluh tahun menjadi penguat ketika hati hancur, dada melepuh dan kaki lumpuh lenyap bersama dengan kesadaran bahwa selama ini semua percuma. Bahwa luka yang diceritakan sepanjang perjalanan tak bisa membuka mata juga. Demikian juga nasehat yang berisi ribuan kata bijak tak lagi bermakna. Jadi memang sudah tidak ada lagi gunanya memperbincangkan luka. Biarkan kata kata diam menuntun kita menuju pemahaman baru tentang cara menghargai diri sendiri.

 

Dukuhan 230929

 

No comments: