Monday, June 26, 2006

Nafas Alam

(Tentang Rindu)
Ingin sambil mentap matamu kelak jika ruh kita menyatu mengalirkan jutaan ton tabungan rindu yang tak pernah bisa terjabarkan dengan kata kata. Nafas yang menyatu meniadakan jarak dan waktu yang telah semena mena mempermainkan rasa. Segala beban lenyap tak tersisa hanya oleh pelukan yang pertama.

Udara membawa muatan yang kita punguti sepanjang jalan bercampur baur menjadi satu, saling memilin kisah betapa jauhnya jarak tempuhan untuk sekedar sampai di dermaga pertemuan. Darah yang menggerakkan nadi berlarian kencang kesana kemari, membentur dinding jantung dan kebingungan mencari jendela untuk meloncat dari bangunan tubuh, berlarian kencang mengusung di sirkit syaraf, membuncah menguapkan ubun ubun.

Dengan tubuh telanjang dari aneka kepalsuan, rindu menjadi selimut penghangat kebersamaan. Setiap gerak melahirkan sentuhan, menjadi benturan dua godam dalam kecepatan. Seribu ciuman disekujur badan merubah daki menjadi cairan manis dengan rasa rindu. Sunyi, tak ada polusi suara di telinga sebab hanya rintihan hati menahan beban rindu yang menjepit sepanjang jalan. Ri rindu, si raja lalim yang kejam telah dengan licik melabur indah dengan keperihan.

Kita menuju ke perjalanan lain lagi, penjelajahan atas ngarai dan sungai, melewati hutan belantara, mendaki bebukitan dan mencari apa yang tidak ada tanpa berharap menemukan. Otak seolah merekam setiap detail yang telah di perbesar dan perjelas, lengkap dengan warna, bau rasa dan suhunya. Logika tetap terpelihara untuk mengkonfirmasi bahwa kejadian ini benar adanya, bukan sekedar mimpi siang hari yang membuat terjaga dengan hati kecewa. Menelusuri inci demi inci keajaiban sang hidup, membacai setiap goresan tinta masa lalu yang membuat kita menjadi ada.

Nafas alam penebus hutang rindu yang menggunung tak tertanggungkan, ekspresi tertinggi dari bahasa perasaan dua angan yang saling bertautan. Sebuah rasa yang tak pernah terjabarkan dengan kata kata tinggal menjadi misteri sebagai propaganda sang alam. Ia adalah persetubuhan dua ruh yang saling mendambakan keindahan tanpa bentuk…


Gempol, 060625

12 comments:

shanin's mom said...

Rindu,
pengisi hari yg lebih sering menyiksa...

happy monday ya...:-)

Anonymous said...

rindu, tentang rasa, klo tersampaikan tidak lg mnjdi kerinduan..

Anonymous said...

Rindu padaku yah ??? ha ha ha ha

unai said...

Kerinduan yang menggunung, tak tertahankan..menyesakkan dada. menghimpit begitu sempurnanya. Meski keindahan yang dirasa serupa siluet bayang yang kemudian sirna.

buderfly said...

Ratih: bagitulah ketika ingin menggunung menjadi harap, Tih.
Gee: Itulah ekspresi ketika rindu bertemu, terencana dalam imajinasi sendiri, gee.
Tata: bukaaaan.....kekekekekk...
Lucy: sesungguhnya ia adalah bahasa hati yang paling polos, Cy
Unai: Satu kibasan tangan membuatnya sirna, seperti asap yang terbentuk tanpa sengaja...

Anonymous said...

*hela napas*
jadi ga bisa ngapa2in de ni...

buderfly said...

iteung: Kenapa teung?

Anonymous said...

Indah.

Tulisanmy membawa sejuta kenangan kembali menyeruak memenuhi kepala.
Tentang adamu, tentang hadirmu.

Anonymous said...

apa yang disampaikan sungguh dalam.

sepercik api bisa membakar hutan belantara.

sebaris kata dapat melunakan berjuta manusia.

moga barisan-demi barisan kata yang tertulis di blog ini menjadi inspiarsi, motivasi bagi tamu ke blog ini.

Ida Syafyan said...

Rindu... well...di nikmati saja...

blanthik_ayu said...

rindu..kangen..nggawe sesek dodo bud...aku lek mrene spechless gak iso ngomong2 opo2 ..isane ming angkat jempol thok..:D

buderfly said...

fei: Terimakasih fei...hm, i think that's too much for me, i dont deserve that.
upinenter: terimakasih upi..
mbak Ida: iya mbak, dan tulisan itu penebusan rindu terindah yang tersimpan di kepala.
Enny: Lha iyo to Mbak...sok nggawe nangis dewe! Tapi tau gak, rasa itu bisa membuat semuanya tampak seerhana lho...