Friday, October 07, 2005

Keadilan Bagi Ketidakadilan

Maka kantor kecil dengan ide besar itupun resah. Empat pendiri dan pemilik perusahaan sebagai direktur divisi masing masing, Operasi, Keuangan, Utama dan Pemasaran. Masing masing berjalan dalam proporsinya selama dua setengah tahun, dan masing masing saling mengandalkan dan mempercayai. Tetapi mereka tampak tegang seminggu belakangan ini. Desas desus beredar bak asap kebakaran hutan setiap musim kemarau di Sumatra dan Kalimantan. Desas desus bahwa direktur operasi kesandung kasus korupsi. Seminggu belakangan memang ruanganya lengang tanpa penghuni. Biasanya dia ada duduk didalamnya, menutup pintu entah apa yang dikerjakanya didalam sana, mungkin chatting di inernet.

Sore tadi pengumuman resmi datang. Semua yang bersangkutan dengan harkat hidup yang berasal dari kantor itu dikumpulkan untuk mendengarkan maklumat penting: He is no longer with us. We respect you and value you personally as the big family of this company. However, we will not tolerate corruption, theft and office politics. We understand that many of you are the good friends of him, and once again we will not tolerate office politics. Tiga perempat orang diruangan setengah tercengang. Sebagian duduk di lajur bangku paling depan, tenang mendengarkan kata demi kata yang keluar dari bibir sang pembicara. Hatinya tenang dan senang jauh hari sebelum maklumat dikumandangkan, dia tahu apa sebenarnya kejadian.

Sang direktur operasi menggelapkan uang perusahaan, hasil patungan bersama ketiga teman. Seorang kaya yang bergaya hidup jetset, seorang terpandang dalam status komunitas yang berwatak preman. Bicaranya kasar dan dangkal, tak membersitkan cermin pimpinan. Sisa produk orde baru dengan predikat OBB (Orde Baru Banget) dalam setiap statement yang diucapkan. Kosong melompong tak meyakinkan bagi orang orang yang mengerti tentang hidup dan kehidupan, apalagi peradaban. Sebentar lagi desas desus susulan akan segera berhembus; sang direktur dizalimi oleh teman teman sepermainanya sendiri! Pasti!

Maka keadilan bagi ketidak adilan terjadi hari ini. “Becik ketitik olo ketoro, temen tinemu. Sopo salah bakal seleh” terbukti benar. Protes bisu dari nurani nurani sederhana sudah terjawab oleh alam. Protes dari sebagian yang tahu makna kebusukan hati dan kebobrokan moral yang terukurung dalam langit tempurung birokrasi kapitalisme. Maka feodalisme di dunia kantor itupun tumbang, mati bersama runtuhnya kerajaan kebohongan yang sistematis terbangun selama ini. Para pengkultus sang direktur menggelar rapat rapat dibelakang forum, mengarang kesimpulan tentang kudeta dari hati yang bolong, mempersiapkan sederet nama sebagai kambing hitam legam.

Wajar, bila orang memetik buah karma dari pohon perbuatan yang ditanamnya sendiri, tak peduli siapapun dia. Begitulah Tuhan menciptakan keadilan bagi ketidak adilan dimuka bumi yang makin tua ini…

Kost Simatupang, 6 Oktober 2005

No comments: