Sunday, April 16, 2006

Pura pura bahagia/bahagia pura pura

(Sebuah monolog hati, diantara riuh rendah kerumunan suatu siang)
Apkah hidupmu berbahagia?
Aku berdiri diantara puing puing bangunan kebahagiaan itu kini. Tetapi aku tidak menderita. Aku mati rasa.
Berarti kamu tengah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya dengan cara yang realistis bahwa kamu berbahagia dengan pura pura berbahagia.
Kepura puraan itu relative. Aku lebih senang mendefinisikanya sebagai sebuah kerelaan. Kepura puraan bahagia demi membahagiakan atau minimal menyenangkan orang tersayang adalah kerelaan hati untuk mengalami sendiri sesuatu yang tak enak dikonsumsi, dan pengalaman sendiri itu melahirkan efek kesenangan kepada orang lain, itu kerelaan untuk mengimplementasikan rasa sayang kepada orang istimewa.
Atas nama cinta?
Ya, cinta yang tanpa syarat. Bukan cinta yang sekedar ikatan kewajiban, ikatan hukum dan ikatan tanggung jawab. Cinta yang berazaskan kasihan dengan belitan naluriah yang memiliki kekuatan untuk melakukan itu semua.
Pasangan hidup adalah cinta suci!
Bukan, hal itu hanyalah kewajiban.
Dari sanakah kebahagiaan teraih?
Ketidak bahagiaan datang dari masalalu, dan masalalu hanyalah batu yang tak sanggup digubah lagi menjadi apapun. Ia akan tetap jadi batu, meskipun dalam wujud ukiran patung indah sekalipun. Ia mati, keras dan abadi. Sedangkan kebahagiaan terletak pada masa depan yang berisi tebaran benih harapan. Menanti benih harapan tumbuh adalah pengupayaan sebuah jawaban atas tebakan dengan daya upaya maksimal. Pengupayaan itu membuat aku terus ingin hidup menyambangi benih harapan itu.
Tetapi ketidak bahagiaan mengitip dari setiap sudut kepura puraan, bukan?
Aku sudah pernah bilang bahwa sesekali ego diri haruslah disublimkan, dikempeskan sampai tak ada isi, agar kepentingan diri hilang dan berganti menjadi sebuah persembahan kepada orang kesayangan. Dengan begitu satu persepsi baru bahwa kebahagiaan yang sebenar benarnya kebahagiaan adalah ketika diri bisa membahagiakan orang lain, menyenangkan orang lain yang disayangi.
Bagaimana mengimplementasikah itu?
Mudah saja, aku pura pura bahagia. Dan aku bahagia dengan bahagiaku yang pura pura itu.


LPI Darussalam Cipayung, 060416

9 comments:

iteung said...

hmmmm...memangnya ga cape kalo pura-pura terus?
hihihihi...pasti energinya dapet dari batere eveready yak! :D

Ida Syafyan said...

Pengorbanan yaa bud... karena walaupun kita berpura2 bahagia selama itu membuat orang lain menjadi bahagia otomatis diri kita melihat orang bahagia kita jadi bahagia beneran...

kehidupan adalah untuk selalu memberi... memberi... memberi... paling tidak berbagi.

buderfly said...

iteung:
hehehe...eveready, kucing kesamber petir ya teung?

Mbak Ida:
Namanya kerelaan, mbak Ida, karena setiap kerelaan menerbitkan kebahagiaan tersendiri dalam sanubari.
Dan kerelaan bukan perkara mudah karena ego punya teorinya sendiri.

Ida Syafyan said...

Dan kerelaan bukan perkara
mudah karena ego punya teorinya
sendiri

Nnnaaahh itu dia :)...

shanin's mom said...

aku setuju sekali mas bud, emg lebih banyak yg pura2 bahagia...
Tapi, bahagia sendiri seperti apa sih? nggak ada definisi yg bisa dgn gamblang menerangkannya :-).

Yg jelas, manusia kadang nggak tau bahwa dia sebenarnya baru bahagia, kalo blm menemui sedih.

bitiqe said...

kira kira aku bisa ga ya pura pura bahagia??????

*mencari kamus indonesia buat mendefinisikan BAHAGIA*

Anonymous said...

Merangkum dan membungkus semuanya demi cinta yang tulus. Rasanya cinta itu cukup untuk buat kita bangun dan lewati hari.

Hang in there, dear.
Let ur lil angel be a new spirit to your days...

Anonymous said...

mungkin gak kerelaan itu = keberserahan? seandainya semua muslim seperti itu..., karena islam kan dari kata salama, berserah diri-tunduk-patuh... indah sekali!

Anonymous said...

What a great site free phonesfreemotorolanokiaoranget mobilemobilecellinsurance cosmetics business cards Suzuki motorcycle batteries full color postcards and business cards