Hakuna Matata!
What a wonderful phrase
Hakuna Matata!
Ain't no passing craze
It means no worries
For the rest of your days
It's our problem-free philosophy
Hakuna Matata!
Syair diatas menjadi ruh dari film animasi bertajuk The Lion King yang peraih academy award. Pesan moral dari film animasi tersebut tebagi bagi dalam banyak aspek, yang salah satunya adalah persahabatan yang dengan gamblang digambarkan oleh tiga binatang (dalam kehidupan nyata) yang sangat berbeda, yaitu antara Timon si meerkat dan Pumbaa si babi hutan dan Simba si singa jantan. Tulisan ini tentu akan mengesampingkan karakter karakter lain seperti Uncle Max si pemimpin komunitas meercat, si Scar yang jahat, trio hyena beserta gerombolanya yang bersekongkol dengan Scar demi lestarinya selera makan mereka yang rakus, Rafiki si kera baboon yang bijak, dan seabrek karakter lainnya, maaf mereka menunggu giliran untuk diterjemahkan oleh pemahaman yang terbatas ini.
Timon dan Pumbaa saling bertemu setelah keterbuangan masing masing dari komunitasnya. Timon si trouble maker yang segala hal menjadi salah setiap kali sampai ke tangannya seberapa kerasnyapun usaha untuk membuatnya benar, dan sesudah pandangan skeptis dari komunitasnya, penolakan halus secara bersama sama oleh kelompoknya dia meminta ijin kepada ibunya yang lembut khas keibuan untuk pergi jauh, mencari dunia dimana dia tidak harus menggali terowongan untuk menghindari hyena, dimana dia bisa bebas dari status sebagai penghuni mata rantai makanan terendah dikehidupan liar, setelah dia merasa hanya memiliki kegagalan. Tubuhnya kecil, tekatnya kuat dan cara berfikirnya cernderung praktis.
Pumbaa tak kalah menyedihkanya. Bahkan diluar komunitasnyapun dia menjadi persona non grata; sosok yang tidak disukai karena…bau kentutnya yang audzubilah!! Semua binatang pada kabur setiap kali dia ada, seranggapun pingsan oleh baunya, bahkan semak rerumputan langsung terkulai layu jika terkena gas buang mautnya. Badanya besar, dan selera makanya lumayan rakus.
Syahdan mereka akhirnya dipertemukan oleh ketdak sengajaan. Kesamaan dari kedua mahluk yang kelak menjadi sahabat dengan motto “friends stick to the end" ini adalah bahwa mereka sama sama polos saja menjalani hidup mereka, berfikir sederhana dan tentu dengan pesan moral bahwa hidup seharusnyalah polos tanpa pamrih seperti mereka. Dengan modal itu mereka menjelajahi belantara afrika untuk menemukan tempat yang dinasehatkan oleh Rafiki si kera baboon bijaksana; untuk melihat apa dibalik yang kelihatan mata (look beyond what you see). Timon yang kecil memang in charge dengan gaya berfikirnya yang harafiah mengartikan ucapan itu dan menjelajah belantara untuk menemukan tempat tinggal ideal bagi mereka berdua.
Dalam pengembaraan itu suatu hari, mereka menemukan bayi singa yang kelak bernama Simba yang terkapar pingsan dikerubuti burung nazar yang siap mencabik cabik kulitnya. Atas intuisi mereka lalu si bayi singa diselamatkan dan diasuhnya, didoltrin dengan filsafat filsafat Timon yang terkesan sok tau dan tak terbantahkan. Pesan pesan moral sederhana dijejalkan kepada Simba yang desperate karena perasaan bersalah yang ditanamkan Scar sang paman, menyemangati untuk meninggalkan masalalu sebagai masalalu, membelakangi dunia ketika dunia terasa membelakanginya dan sebagainya. Disinilah mulainya sebuah bentuk persahabatan yang penuh makna kebijakan, dimana Timon dan Pumbaa kemudian mengambil alih fungsi parental bagi si Simba kecil, menjadi tiga sekawan dengan motto yang mereka pelajari sepanjang pengalaman hidup mereka; Hakuna Matata!
Persahabatan itu terus berjalan sampai Simba tumbuh jadi singa jantan dewasa dengan bayang bayang tragedi kematian ayahnya Mufasa yang menjadi korban dari kekejian pamanya sendiri Scar yang haus kekuasaan dan dengan licik melakukan ‘kudeta’ dengan berkolaborasi dengan para hyena. Mereka bertiga benar benar hidup dengan Hakuna Matatanya, bebas masalah dan gemah ripah penuh ketenteraman dengan pangan berlimpah.
At the end of the day, setelah bertemu Nala teman masa kecilnya, Simba kemudian berencana merebut kembali kekuasaan dari tangan Scar dan para hyena. Kehidupan yang sudah berjalan adem ayem itu harus mengalami jeda perang besar antara Simba yang kemudian dibantu para singa betina kawan kawan Nala (dan tentu Timon dan Pumbaa juga Rafiki), melawan Scar sang paman dengan pasukan setia dan balatentara hyena-nya. Cerita itu sendiri berakhir dengan happy ending, Simba yang difitnah kemudian pada saatnya melawan sang zalim dan menang, dan meneruskan persahabatan dengan dua orang yang paling berjasa dalam hidupnya; Timon dan Pumbaa.
Cerita tentang Timon, Pumbaa dan Simba memberikan pesan moral bahwa persahabtan yang tanpa pamrih akan membawa kebaikan. Perbedaan karakter bahkan sifat maupun jenis dari tiga unsur mahluk itu justru menjadi perbedaan yang melengkapkan. Mereka tidak mengejar kesamaan dan sama sama menyadari perbedaan. Tetapi kepolosan fikiran tanpa kepalsuan sedikitpun membentuk tali tak terlihat yang mengikat kuat antara individu individu yang terlibat, menjadi kokoh sebagai satu kesatuan dalam label “sahabat” tanpa kepentingan. Ketiganya terbuang dari komunitasnya masing masing dengan cara dan alasanya masing masing, kemudian bertemu dalam keterasingan dan hanya mengandalkan intuisi untuk berbuat baik, tetap bersama saling menolong. Begitulah hakekatnya persahabtan manusia yang lebih berakal budi. Idealnya!
Hakuna Matata, my friends!
Syair diatas menjadi ruh dari film animasi bertajuk The Lion King yang peraih academy award. Pesan moral dari film animasi tersebut tebagi bagi dalam banyak aspek, yang salah satunya adalah persahabatan yang dengan gamblang digambarkan oleh tiga binatang (dalam kehidupan nyata) yang sangat berbeda, yaitu antara Timon si meerkat dan Pumbaa si babi hutan dan Simba si singa jantan. Tulisan ini tentu akan mengesampingkan karakter karakter lain seperti Uncle Max si pemimpin komunitas meercat, si Scar yang jahat, trio hyena beserta gerombolanya yang bersekongkol dengan Scar demi lestarinya selera makan mereka yang rakus, Rafiki si kera baboon yang bijak, dan seabrek karakter lainnya, maaf mereka menunggu giliran untuk diterjemahkan oleh pemahaman yang terbatas ini.
Timon dan Pumbaa saling bertemu setelah keterbuangan masing masing dari komunitasnya. Timon si trouble maker yang segala hal menjadi salah setiap kali sampai ke tangannya seberapa kerasnyapun usaha untuk membuatnya benar, dan sesudah pandangan skeptis dari komunitasnya, penolakan halus secara bersama sama oleh kelompoknya dia meminta ijin kepada ibunya yang lembut khas keibuan untuk pergi jauh, mencari dunia dimana dia tidak harus menggali terowongan untuk menghindari hyena, dimana dia bisa bebas dari status sebagai penghuni mata rantai makanan terendah dikehidupan liar, setelah dia merasa hanya memiliki kegagalan. Tubuhnya kecil, tekatnya kuat dan cara berfikirnya cernderung praktis.
Pumbaa tak kalah menyedihkanya. Bahkan diluar komunitasnyapun dia menjadi persona non grata; sosok yang tidak disukai karena…bau kentutnya yang audzubilah!! Semua binatang pada kabur setiap kali dia ada, seranggapun pingsan oleh baunya, bahkan semak rerumputan langsung terkulai layu jika terkena gas buang mautnya. Badanya besar, dan selera makanya lumayan rakus.
Syahdan mereka akhirnya dipertemukan oleh ketdak sengajaan. Kesamaan dari kedua mahluk yang kelak menjadi sahabat dengan motto “friends stick to the end" ini adalah bahwa mereka sama sama polos saja menjalani hidup mereka, berfikir sederhana dan tentu dengan pesan moral bahwa hidup seharusnyalah polos tanpa pamrih seperti mereka. Dengan modal itu mereka menjelajahi belantara afrika untuk menemukan tempat yang dinasehatkan oleh Rafiki si kera baboon bijaksana; untuk melihat apa dibalik yang kelihatan mata (look beyond what you see). Timon yang kecil memang in charge dengan gaya berfikirnya yang harafiah mengartikan ucapan itu dan menjelajah belantara untuk menemukan tempat tinggal ideal bagi mereka berdua.
Dalam pengembaraan itu suatu hari, mereka menemukan bayi singa yang kelak bernama Simba yang terkapar pingsan dikerubuti burung nazar yang siap mencabik cabik kulitnya. Atas intuisi mereka lalu si bayi singa diselamatkan dan diasuhnya, didoltrin dengan filsafat filsafat Timon yang terkesan sok tau dan tak terbantahkan. Pesan pesan moral sederhana dijejalkan kepada Simba yang desperate karena perasaan bersalah yang ditanamkan Scar sang paman, menyemangati untuk meninggalkan masalalu sebagai masalalu, membelakangi dunia ketika dunia terasa membelakanginya dan sebagainya. Disinilah mulainya sebuah bentuk persahabatan yang penuh makna kebijakan, dimana Timon dan Pumbaa kemudian mengambil alih fungsi parental bagi si Simba kecil, menjadi tiga sekawan dengan motto yang mereka pelajari sepanjang pengalaman hidup mereka; Hakuna Matata!
Persahabatan itu terus berjalan sampai Simba tumbuh jadi singa jantan dewasa dengan bayang bayang tragedi kematian ayahnya Mufasa yang menjadi korban dari kekejian pamanya sendiri Scar yang haus kekuasaan dan dengan licik melakukan ‘kudeta’ dengan berkolaborasi dengan para hyena. Mereka bertiga benar benar hidup dengan Hakuna Matatanya, bebas masalah dan gemah ripah penuh ketenteraman dengan pangan berlimpah.
At the end of the day, setelah bertemu Nala teman masa kecilnya, Simba kemudian berencana merebut kembali kekuasaan dari tangan Scar dan para hyena. Kehidupan yang sudah berjalan adem ayem itu harus mengalami jeda perang besar antara Simba yang kemudian dibantu para singa betina kawan kawan Nala (dan tentu Timon dan Pumbaa juga Rafiki), melawan Scar sang paman dengan pasukan setia dan balatentara hyena-nya. Cerita itu sendiri berakhir dengan happy ending, Simba yang difitnah kemudian pada saatnya melawan sang zalim dan menang, dan meneruskan persahabatan dengan dua orang yang paling berjasa dalam hidupnya; Timon dan Pumbaa.
Cerita tentang Timon, Pumbaa dan Simba memberikan pesan moral bahwa persahabtan yang tanpa pamrih akan membawa kebaikan. Perbedaan karakter bahkan sifat maupun jenis dari tiga unsur mahluk itu justru menjadi perbedaan yang melengkapkan. Mereka tidak mengejar kesamaan dan sama sama menyadari perbedaan. Tetapi kepolosan fikiran tanpa kepalsuan sedikitpun membentuk tali tak terlihat yang mengikat kuat antara individu individu yang terlibat, menjadi kokoh sebagai satu kesatuan dalam label “sahabat” tanpa kepentingan. Ketiganya terbuang dari komunitasnya masing masing dengan cara dan alasanya masing masing, kemudian bertemu dalam keterasingan dan hanya mengandalkan intuisi untuk berbuat baik, tetap bersama saling menolong. Begitulah hakekatnya persahabtan manusia yang lebih berakal budi. Idealnya!
Hakuna Matata, my friends!
(life is problem free because problem is just a creation of our own mind)
2 comments:
a friends stick to the end Intan...orang orang yang baik akan menjadi sahabat yang abadi, mereka hidup didalam hati, menghangatkan dan mengisi selalu. Orang orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang arti 'sahabat' yang bisa menterjemahkan perasaan itu...
Btw, terimakasih pujianya. Keep writing ya!
I have been looking for sites like this for a long time. Thank you! » »
Post a Comment